ASEAN WAY

| Kamis, 18 Oktober 2012

Claudya Tio Elleossa
070912077
Dalam pelaksanaannya ASEAN memiliki norma-norma tersendiri yang mana dikenal sebagai ASEAN Way dimana berkenaan dengan norma non intervensi, non penggunaan angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional, serta menghindaricollective defense. (Khoo, 2004: 38)
Sebagai bentuk kerja sama regional, terdapat banyak sekali titik sensitive yang mungkin dapat menjadi sebuah pemicu permasalahan baru jika sedari awal tidak dibuat ketentuan yang mengatur setiap negara yang ada. Disinilah ASEAN Wayberperan, seperti yang dikatakan oleh Khoo, pada dasarnya ASEAN Waymemuat norma-norma yang mengatur segala tindakan setiap aktor negara. Misalnya, norma non-intervensi yang mengatur bagaimana kerja sama ASEAN tidak ‘menghalalkan’ ikut campur berlebih dalam permasalahan internal, dan norma non penggunaan angkatan bersenjata yang membuat setiap negara dalam kawasan Asia Tenggara ini bersama menghindari konflik yang mengancam keamanan.
Pada dasarnya, ASEAN Way menggunakan metode manajemen konflik didasarkan pada musyawarah dengan tujuan agar tidak terdapat pihak hegemon tertentu yang mendominasi. Dalam catatan sejarahnyam, ASEAN Way telah ‘menelurkan’ satu produk ASEAN dalam menangani isu keamanan, yaitu Zone of Peace Freedom and Nationalis (ZOPFAN). Dimana ZOPFAN bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan. Selain itu ASEAN Way juga diterapkan ketika terjadi konflik di wilayah Indochina yang melibatkan Kamboja, Thailand serta Vietnam tahun 1979, dimana Vietnam yang mengambil alih pemerintahan kamboja dengan menggulingkan rezim polpot dianggap telah melanggar prinsip non-intervensi. Penyelesaian dilakukan melalui pertemuan Jakarta Informal Meeting yang berlangsung selama dua kali dan berhasil memberikan dampak yang positif, yang mana kemudian berujung pada penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja.
Dalam prosesnya, terdapat banyak sekali perbaikan yang dilakukan pihak ASEAN dalam penerapan ASEAN Way ini, berangkat dari berbagai kritikan yang sangsi akan keefektifan ASEAN Way dalam menyelesaikan konflik, atau setidaknya menghindari lahirnya konflik. Banyak pihak yang pesimis akan keberhasilan ASEAN Way, menurut saya hal ini dikarenakan pandangan bahwa ASEAN Way hanya sebuah kumpulan norma dan prinsip, tidak dibekukan menjadi sebuah hukum regional yang memiliki legitimasi untuk mengatur tindakan negara secara tegas. Penyempurnaan dilakukan bermula dari proposal Thailand mengenai Flexible Engagement di tahun 1998 merupakan bentuk pembicaraan yang dilakukan oleh negara anggota ASEAN untuk membicarakan tentang masalah domestik serta kebijakan didalam negeri, tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama lain (Santika, 2011)
Fleksibelitas hubungan yang terjadi diantara anggota ASEAN harus senantiasa menghindarkan intervensi pihak asing yang dapat mempengaruhi dinamika hubungan negara-negara ASEAN (Haacke, 1999: 584). Sependapat dengan pernyataan Haacke, banyak pengamat menilai keberhasilan ASEAN sejauh ini harus dengan tegas membuat ‘jarak aman’ antara kemandirian regional dari intervensi asing. Permasalahan yang kemudian muncul adalah akibat dari globalisasi yang membuat batas pembeda antara isu domestik dan isu internasional begitu kabur. Santika menyatakan bahwa isu semacam Hak asasi manusia dan demokrasi mungkin terjadi dalam tingkat domestik negara, namun hal ini telah menjadi salah satu konsen isu low politic bagi semua negara. Keadaan ini membuat prinsip non-intervensi dari ASEAN Way menjadi sebuah bentuk ambiguitasan tersendiri. Menurut Santika, dalam situasi ini penerapan prinsip non intervensi secara tegas mulai menjadi tidak relevan. Prinsip ini harus diartikan menjadi cara yang lebih fleksibel. Pernyataan Menlu Thailand Surin Pitsuwan dalam artikel Ramcharan (2000:75) juga agaknya senada dengan pandangan Santika, bahwa prinsip ASEAN mengenai non-intervensi perlu diganti dengan intervensi yang konstruktif. Dalam artian, perlu adanya intervensi ketika terjadi permasalahan di suatu negara yang berpotensi mengancam kestabilan regional.
Banyak pihak sepakat untuk melakukan intervensi atau pelibatan hanya dalam keadaan-keadaan tertentu misalnya saat terjadi permasalahan yang dapat memberikan ancaman terhadap identitas ASEAN sebagai grup regional dimana negara yang demokrastis dan otoritas dapat muncul secara bersamaan; atau permasalahan yang dapat berakibat buruk pada rezim keamanan yang sebelumnya telah berada dalam bahaya sebagai akibat dari kekacauan sosial-ekonomi yang merupakan akibat dari krisis finansial regional (Ramcharan, 2000: 79). Komitmen dan saling percaya antar negara anggota merupakan suatu dasar fundamental untuk menerapkan perubahan ini. Ketika ASEAN sudah berhasil mencapai tahap integrasi yang utuh, maka prinsip intervensi konstruktif dalamASEAN Way seharusnya bukan merupakan sebuah hal yang tabu lagi.
Kesimpulan dan Opini
Berbagai kritik substansial ditujukan terhadap konsep ASEAN Way ini. Sebagian besar pihak yang sangsi mempertanyakan bagaimana kumpulan norma dan prinsip ini akan berhasil mengatur tindakan dan komitmen dari setiap negara anggota. Kepesemisan banyak pihak ini dalam beberapa titik akhirnya terbentur dengan kenyataan bahwa ASEAN Way dalam catatan sejarahnya telah cukup berhasil menunjukkan sumbangsih positifnya dalam penyelesaian konflik dan menjaga stabilitas regional. Hal yang perlu dilakukan bukan lagi bagaimana menemukan sebauh ‘way’ yang baru, namun menyempurnakan ASEAN WAY ini dengan adaptasi terhadap kondisi yang sedang terjadi dan tujuan ke depan, salah satunya adalah dengan bentuk intervensi konstruktif. Untuk kedepan, menurut saya, ASEAN Way akan menjadi suatu hal yang semakin penting mengingat adanya target untuk menuju pada integrasi ASEAN secara menyeluruh.

Referensi :
Khoo, Nicholas. 2004. Deconstructing the ASEAN Security Community : a Review Essay. Oxford University Press and Japan Association of International Relation. International Relations of the Asia-Pasific Volume 4 pp: 35-46
Haacke, Jürgen. 1999. The Concept of Flexible Engagement and The Practice of Enhanced Interaction : Intramural Challenges to The ‘ASEAN Way’, dalamThe Pacific Review, Vol 12 No. 4 1999. London: Taylor & Francis Ltd. Pp: 281-611.
Nischalke, Tobias Ingo. 2000. Insights from ASEAN’s Foreign Policy Co-operation: The “ASEAN Way”, a Real Spirit or a Phantom?Dalam Contemporary Southeast Asia, Volume 22, Number 1, April.
Ramcharan, Robin. 2000. ASEAN and Non-Interference: A principal Maintened.dalam Contemporary Southeast Asia; April 2000; 22, 1; ABI/INFORM Global. Pg. 60-88

Sumber : O-Jurnals

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲